Kamis, 01 April 2010

Monkey and The broken Mirror

Hari ini Kang Wira Kesel sudah hampir dua jam nungguin istrinya yang lagi dandan mau pergi kondangan. 'Bu, cepetan sih, Bu. Sudah hampir jam sembilan nih, khan enggak enak kalau terlambat datangnya. Sedang apa sih, dandannya koq lama banget?. "Sabar sih yah, ini juga hampir selesai. Sudah sebatang rokok dihabiskan namun istrinya belum juga keluar dari kamar, Kang Wira masuk melihat istrinya sedang magut magut diri di depan cermin sambil cemberut. Dia lihat istrinya berkali kali memoles wajahnya dan menghapus kembali bedak yang dipolesnya. Dia tidak puas atas hasil yang didapat masih banyak clemang clemong disana sini. Akhirnya, bedak bertaburan di cermin hasil lemparan istri, untung tidak pecah.

Koran hari ini memberitakan hal yang Kang Wira baca, tak mampu menghapus suara kekesalan istri atas kegagalan usahanya menghias wajah, belum lagi kekesalannya menunggu lama. Berita hari ini yang mengabarkan tentang pro dan kontra pelaksanaan Ujian Nasional, sepertinya hal yang rutin tiap akan pelaksanaan UN, ini pun tak mampu menepis kekesalan kang Wira. Kalau pelaksanaan UN yang amburadul jangan UN nya yang di hapus kata Kang Wira dalam hati menumpahkan kekesalannya. Ujian Nasionalkan adalah cermin prestasi siswa dalam belajar, Kang Wira berpendapat. Masa, pelaksanaan yang amburadul dan hasil UN kurang memuaskan mesti menghapus UN, Kang Wira meneruskan komentarnya. “Sudah, Yah, yuk kita berangkat”, kata istri mengagetkan Kang Wira.

Dirumah yang hajat Kang Wira ketemu teman temannya dan ngobrol ngalor ngidul. “Coba bayangkan kita disuruh bayar pajak, iklan menyarankan kita menjadi wajib pajak yang baik, dari pak presiden sampai pak RT ngejar ngejar orang supaya bayar pajak, udah bayar duitnya ditilep oleh orang pajaknya sendiri, kata teman sebelah Kang Wira kesal. Yang lainnya malah menyarankan kalau begini mendingan jangan bayar pajak lagi, percuma katanya. Kang Wira menyeringai sambil berkata jangan karena oknum yang jahat maka aturan yang diganti. Seberapapun banyak aturan yang diganti kalau pelaksananya kayak Gayus semua ya tetep aja.

Dekat dengan rumah yang punya hajat banyak orang yang berkumpul, anak anak bersorak kegirangan, suara gending dan gendang bersautan. Kang Wira melongok ada apa gerangan, di tengah kerumunan seekor monyet sedang naik mobil main. Penonton tertawa senang, anak anak kegirangan. Sang Pawang memegang ujung rantai yang mengikat pinggang sang monyet, member perintah melalui hentakan. “Sekarang Sarinten mau kepasar, biar cantik kita dandan dulu. Sang pawang memberikan kotak dan cermin, dan monyet itu membuka kotak dan bertingkah seperti sedang bedakan. “Coba udah cantik belum?” Kata pawang. Dia mengambil cermin dan berkaca, tiba tiba monyet itu membanting kaca dan berubah galak dan menyeringai memperlihatkan gigi giginya. Monyet itu lari mengejar anak kesana kemari karena tertahan rantai. Tiba tiba rantainya putus, monyet itu lari mengejar Kang Wira. Dia lari ketakutan untung bisa ditangkap lagi sama pawangnya. Istrinya tertawa terpingkal entah mentertawakan diri sendiri atau melihat suaminya lari tunggang langgang.

1 komentar:

Your advices feed us to grow up