Selasa, 15 Desember 2009

KABAYAN DAN WAJAH KITA

Di Sebuah Desa
Kang Kabayan menghadiri resepsi sahabatnya. Berbeda dengan para tamu yang lain, berbaju rapih dan mewah, Kang Kabayan memakai celana komprang, baju koko dan blangkon plus peniti besar sehingga oleh panitia diusir karena dianggap bukan undangan. Kang Kabayan pulang dengan kesal karena hanya yang berbaju bagus dan mewah saja yang disambut dan disalami sementara Kabayan hanya dilewati.

Dijalan Kang Kabayan berfikir mungkin karena pakaian yang dikenakannya sehingga dia tidak di anggap pada resepsi tadi. Dia balik lagi ke resepsi tadi dengan memakai pakaian mewah seperti undangan yang lain. Dia disambut suka cita dan dihormati oleh panitia penyambut sampai dia pulang. Ketika permisi pulang, Kang kabayan menyalami tamu undangan dan panitia dengan membawa kayu salib yang diberi pakaian mewah yang tadi ia kenakan sementara dia sendiri kembali memakai pakaian kebesarannya celana komprang, baju koko dan blangkon plus peniti besarnya. Dia salami setiap orang dengan memegang lengan baju patung tersebut seolah olah yang bersalaman adalah patung tersebut, bukan Kang Kabayan!

Di Sebuah Sudut Kota
Kang Wira bingung akankah kita jadi kabayan, patung, undangan ataukah panitia?
Akankah kita menjadi Seorang yang memberi nilai kebenaran yang dilindas jaman atas nama kepantasan dan penampilan. Atau pengikut jaman tanpa tahu apa yang dilakukan bukankah ini yang kebanyakan. Kita sering menjadi pengagum dan pengikut kepantasan dan kelayakan tanpa melihat isi dengan alasan memang ini yang harus dilakukan. dan kita harus marah ketika orang lain melakukan suatu hal diluar keumuman katanya abnormal!
Siapakah Kita? Coba kita tanya pada rumput yang bergoyang kata bang Ebiet G Ade.