Kamis, 25 Februari 2010

POST POWER SYNDROME

Bulan Februari ini Kang Wira Ikut sibuk mempersiapkan pesta Ultah putrinya, meskipun hati Kang Wira nggak setuju pesta pestaan, ngabisin duit katanya. Gelak tawa dan canda mengiringi pesta, ada kesenangan pada wajah bocah,teman teman anak Kang Wira. Semua pajengan (panitia pelaksana) melayani kebutuhan pesta dan yang dipestakan / yang ulang tahun.

Kang Wira sibuk melayani tuan tuan kecil. Makanan, kueh dan minuman siap diantar kepada tamu undangan dan majikan (anak kang Wira). "Yah ambilin minum dong". "Yah, temen aku minta kue". Tanpa protes kang wira memenuhi semua kemauan anak semata wayangnya yang lagi jadi pusat perhatian. Demi anak tercinta kang Wira juga memberi sambutan dan doa dia awal acara.

Legalah hati Kang Wira setelah semuanya bubar. Pesta telah usai. Doa telah dipanjatkan, makan makan telah dilaksanakan. Tinggal, piring dan gelas kotor berserakan. Istri sibuk membenahi dan kang Wira sibuk menata kembali meja kursi yang tak beraturan. "Yah copotin baju aku dong" tiba tiba anak kang wira minta tolong. "Sayang, kamu sendirikan bisa melepas baju sendiri" sahut Kang Wira memberi penjelasan dengan kekesalan yang disembunyikan. "Lah tadi ayah begitu nurut kala aku minta sesuatu" Kata putri kang wira. "lain sayang, kalau tadi kan banyak tamu, lagian kamu sedang ulang tahun jadi ayah harus melayani semuanya, ya kamu juga teman teman kamu. "Kalau begitu, besok ulang tahun lagi saja, yah" katanya. Abis, kalau aku minta sesuatu nggak ada yang melayani" Katanya kesal.

Kang Wira tersentak, inilah kenapa ayah kang wira kelihatan bingung ketika memasuki masa pensiun. Dia banyak murung setelah menjalani pesiun pada tahun tahun awal. Pesta telah usai bagi seorang pensiunan. Tak bisa lagi meminta atau memerintah bawahannya. Meski ada pesta untuk anaku tahun depan, apakah ada pesta lanjutan untuk para pensiunan untuk bapakku? jawabnya angin telah berlalu dan layar telah berganti.

Rabu, 10 Februari 2010

LOYALITY

Kang Wira kesel anaknya nangis nggak mau berhenti. Dia terus minta diantar ke kota katanya disana ada arak arakan atau pawai. Sementara, pekerjaan kang wira menumpuk. Kang Wira bingung teringat atasan kang wira pernah ngomong "Kita harus loyal kepada atasan, pemerintah dan negara diatas kepentingan pribadi keluarga dan golongan. "Kang, akang loyal kan kepada saya?" tembak Bapak atasan kang Wira dengan tiba tiba. Kontan Kang Wira gelagapan dan menjawab sekenanya, "Amin!".

"Tuh kan, Yah. Rame" kata Putri Kang Wira ketika sampai di kota. Ya, memang di jalan jalan banyak orang berbaris tak beraturan dan saling berteriak teriak, "Bebaskan atasan kami!". Dia tidak bersalah!". Kang Wira melongo, ini mah bukan pawai tapi demo!". Orang berkerumun di kantor kejaksaan ada yang berteriak teriak, ada yang membawa poster dan ada yang berteriak sambil bawa poster.

Kang Wira terpesona nonton orang demo, penonton demo plus pedagang yang berkumpul. "Lumayan Kang, Kapan lagi ada keramaian seperti ini, ini rejeki yang tak terduga", kata pedagang ketika kang wira menghampiri pedagang yang terdekat karena anaknya minta jajan. Iya, dimana pun ada keramaian pasti ada simbiosis mutualisma. Kata Kang Wira dalam hati.

Tiba tiba ada seorang demonstran ngambil sebotol minuman langsung tenggak habis. "Mas demo apa ini?" tanya kang Wira. "Membela pemimpin kami yang tak bersalah" Katanya. "Apa sih kasusnya? tanya kang wira. "Nggak tahu" jawabnya enteng. "Loh nggak tahu? Emang siapa sih yang kena kasus?" tanya kang wira sekali lagi. Nggak tau juga mas," katanya sambil ngloyor pergi, sebentar kemudian balik lagi sambil berbisik, "saya hanya disuruh teriak teriak. Lumayan, mas, cukup untuk ongkos pulang". Kang Wira cuman bengong. "Ngapain nanya nanya kaya gitu, kang, kaya nggak tau aja" kata pedagang itu. Akang kan tau, Si itu kan sudah terkenal bermasalah, jadi ngapaian ditanyakan.

Kang wira bingung bin pusing, jadi kemanakah loyalitas diserahkan. Keluarga? perlu, negara? 'right or wrong is my country' lah. Gimana pimpinan? ente mau coba? tak pecatlah kau. Kang Wira pulang dengan wajah pucat, anaknya loncat loncat dan teriak menirukan tingkah demonstran. Kang Wira tambah pucat hatinya.