Kamis, 09 Desember 2010

A STORY OR AUTOBIOGRAPHY?


Kang Wira akhir akhir ini sering mengikuti berita-berita, baik di TV maupun di Koran. Dia paling senang mengikuti berita besar tentang politik dan kriminalitas, menurut kang Wira berita itu asyik untuk diikuti. Berita besar cenderung membuat cerita yang panjang dan berliku mirip cerita sinetron atau detektif. Itulah yang disukai Kang Wira. Dimulai dengan episode pak polisi yang curhat tentang banyaknya pengemplang pajak dan markus dilingkungan kantornya, dan diamini JK dengan mengatakan pengemplang pajak adalah perampok negara. Ceritanya menjadi seru manakala muncul KPK menindak lanjuti pernyataannya dan ternyata benar. Muncul tokoh heboh G manipulator pajak dan beberapa markus di jajaran pak polisi itu. Markus tak terima temennya membuka kedoknya, maka pak polisi itu ditangkap dengan alasan yang lain, begitupun yang menangkap markus, KPK, juga kena tangkap Ceritanya berkembang setiap saat. Di setiap episode muncul tokoh baru dan setiap tokoh punya ceritanya sendiri sendiri. Kang Wira sangat menikmati cerita itu.

Karena saking tergila gilanya dengan cerita, Kang Wira sibuk mencari  cerita yang lain di sekitarnya. Syahdan di suatu kantor ada seorang pejabat yang mempromosikan diri untuk bisa menduduki kantor tertentu, setelah duduk dia langsung berjanji mempromosikan kantor itu untuk meningkatkan mutunya dengan menaikan statusnya menjadi terbaik. Diapun berjanji akan melengkapi kantornya dengan fasilitas yang HiTect. Gebrakan pertama dari sang pejabat itu adalah membuat gedung baru yang bernilai M. setelah selesai satu gedung buat lagi gedung baru, sementara fasilitas yang dijanjikan, “nanti secara bertahap” katanya. Tibalah masanya masa jabatan itu mau berakhir, sang pejabat bingung mau gimana lagi dan mau membangun apalagi. Dengan berakhirnya jabatan itu maka keahliannya tak terpakai lagi, karena dia lebih ahli di bidang itu. Maka dia mohon pada tuannya untuk bisa diperpanjang masa pengabdiannya. Tuanya bersabda buatlah rumah untuk tuhanmu dan selesaikan sesuai keinginanmu, begitu selesai maka selesai pula masamu. Maka dia tersenyum, akan ada cerita lanjutan untukku, katanya berguman.

Ya enggak usah cari jauh jauh untuk menikmati sebuah cerita, kita semua adalah tokoh utama dari cerita versi kita, Kang Wira berguman sambil tersenyum. Dia teringat apa yang dia lakukan selama perjalanan hidupnya. Jatuh bangun sebuah perjalanan, baik karir maupun kehidupan sehari hari pun bisa dinikmati perjalanannya, jadi ngapain cari cerita orang lain. Kang Wira diam pada sebuah perhentian, sayup sayup terdengar dari radio tetangga…
                Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan ……
                Sayang kau tak duduk disampingku kawan ……..
                Banyak cerita yang mestinya kau saksikan  ditanah kering bebatuan ………..


Rabu, 08 Desember 2010

VIRUS

Kang Wira uring-uringan bin kesel latopnya ngadat sering nge ‘hang’. Kata temen di labkom tempat Kang Wira kerja kena virus. “Jadi harusnnya gimana?” kata Kang Wira khawatir. Gimana enggak khawatir, semua catatan kuliah dan nilai siswa ada dilaptop itu, yang lebih celaka Kang Wira tidak memback up semua filenya. “Ya harus di install ulang”  ujar Dede temen Kang Wira. “Padahal udah tak pasangi anti virus, terus tak bersiin pake anti virus itu” kata Kang Wira. “Kapan, Kang?” kata temen Kang Wira. “Setelah kena virus” ujar Kang Wira. Percuma Kang Wira, komputer yang udah kena virus enggak bisa bersihin sendiri harus pake computer lain yang bersih, makanya yang namanya anti virus itu diinstallnya jangan sudah kena tapi ketika masih bersih alias belum kena virus, kata temen Kang Wira menerangkan lebih jauh, jadi ya harus dibawa ke vendor yang bisa bersihsin virus. Ya uda aku mau kesana kata Kang Wira sambil ngloyor pergi.

Di reparasi komputer Kang Wira harus antri persis kaya di praktek dokter. Banyak laptop dan personal komputer pelanggan yang rusak terpaksa antri untuk ditangani sang dokter. Sambil nunggu laptop diperbaiki Kang Wira ngobrol ngalor ngidul dengan sesama pasen menunggu antrian. Dari cabe rawit sampai kaum elit mereka obrolkan dengan dibumbui guyonan dari Gayus sampai akal bulus.  “Kang denger enggak katanya Kementrian Kehakiman mau mengimpor hakim dari Belanda?” Tanya temen ngobrol Kang Wira. Masa sih? Kata Kang Wira heran. Iya untuk mengadili para koruptor kakap dan pejabat yang korup yang tidak bisa di adili oleh hakim local katanya. Di adilinya dimana? kata Kang Wira. Ya disini lah di Indonesia. “Percuma” Kang Wira nyeletuk tanpa expresi. “Loh koq percuma?”lebih keheranan. “Ya”, Negeri ini sudah seperti computer yang rusak kena virus. Kata temenku computer yang terinfeksi virus tidak bisa menyembuhkan dirinya sendiri, lihat aja sendiri para penegak keadilannya, boro boro negakin keadilan buat Negara, orang dirinya sendiri aja susah tegak, lembaga mana yang independen? Tanpa campur tangan pihak luar? Kang Wira menerangkan dengan semangat. Jadi caranya gimana Kang? Kang Wira bingung tak tau jawabnya.

“Pak, laptop punya bapak harus dibongkar dulu, diambil hardisknya baru di bersihkan dengan memakai computer saya yang sudah bebas dari virus”,kata tekhnisi tiba tiba ngomong. “Jadi kemungkinan agak lama pak reparasinya kata tekhnisi computer itu menerangkan lebih lanjut. “setuju, Kang “ kata bapak yang tadi ngobrol dengan Kang Wira. “Apanya yang setuju. Kang Wira bengong mendengar bapak itu tiba tiba bilang  setuju. Iya, Kang. Seperti Kang Wira katakan computer nggak bisa nyembuhin dirinya sendiri manakala sudah kena virus jadi harus dimatikan, dambil hardisknya dan dibersihkan dengan memakai computer lain, jadi negeri inipun harus dijajah dulu diatur ulang pejabatnya adili pejabat yang korup di Negara penjajah. Pet!tiba tiba Kang Wira teringat dengan instansi tempat kerjanya, langsung saja pandangan mata  Kang Wira gelap, keringat dingin mengucur! Kang Wira pingsan.

Selasa, 31 Agustus 2010

WHITE COLLAR VICTIM

Kang Wira merasa gembira ketika mendengar temannya mendapat kepercayaan menjadi bendahara atau finance manager -bahasa kerennya- di sebuah proyek besar ukuran local. Ya, kami memang sedang punya hajat membangun gedung baru untuk menyambut status baru sebagai sebuah institusi bertaraf internasional, dana yang akan dikelolanya pun ber em em. Jadi wajar teman Kang Wira merasa bangga mendapat jabatan itu. Sebuah jabatan yang tak pernah diimpikan sebelumnya oleh teman Kang Wira kini ada di tangan.

Teman Kang Wira itu orangnya sederhana, jujur dan bersahaja, tak banyak omong cenderung pendiam, cocok untuk jabatan itu. Kang Wira tahu, biasanya dia sebagai teller, yang sebenarnya maaf sebuah jabatan yang sudah tinggi baginya mengingat ijasahnya. Makanya, Kang Wira agak heran kepadanya, koq bisa ya? Tapi Kang Wira merasa bersyukur itu karunia dari atas. “selamat ya” ujar Kang Wira memberi ucapan selamat atas jabatan barunya. Seperti biasa dia tak banyak omong hanya tersenyum.

Mega proyek hampir selesai peresmian gedung tinggal menghitung hari, rencananya penguasa kabupaten akan meresmikannya. Semua Teman teman di tempat Kang Wira bekerja sibuk menyiapkan perayaan. Kang Wira dengar rencananya upacara penyambutan akan memakai bilingual - dua bahasa- bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hal yang wajib dilakukan mengingat statusnya sudah bertaraf international. Meskipun bisa dipastikan undangan dan hadirin pada perayaan itu semuanya domestic nggak ada bulenya. Tapi itu sah sah saja untuk sebuah institusi bertaraf international. Dan juga kita lagi international minded, sedang demam yang berbau international, koran yang biasanya local sekarang internasional, yang berbahasa inggris, bahkan buku yang dibawa teman teman banyak yang tebal karena bilingual, meski Kang Wira ragu itu buku yang dibaca bagian yang mana, yang bahasa Indonesianya atau yang berbahasa inggrisnya atau tidak dua duanya?

Kesibukan makin terasa, panggung telah siap menanti upacara. Kang Wira ada ditengah hadirin yang telah duduk dengan rapih, seperti biasa dengan ciri khasnya kalau sudah duduk Kang Wira lupa berdiri pas menyanyikan lagu Indonesia Raya karena ngantuk. Bapak atasan Kang Wira dengan senyum kebanggaan memberi kata sambutan dengan tak lupa dengan ‘panjang dan lebarnya’ dan juga diakhiri dengan permintaan untuk bapak bupati berkenan meresmikan penggunaan gedung baru.

Dari sudut mata Kang Wira melihat arah pintu sebuah ruangan bapak bendahara kita sedang duduk seperti merenung. Perlahan Kang Wira keluar dari tempat perayaan dan menghampiri temannya. Wuih …. Bapak manager keuangan kita ini koq ngga gabung kesana mengikuti perayaan? Lagi ngitung untung tah ? kata Kang Wira mengagetkannya dari lamunan. Ah akang, saya kira siapa, katanya. Boss, ayam saya mati gara gara bengong jadi pagi pagi jangan bengong kata Kang Wira ngajak bercanda. Ini Kang .. katanya tidak melanjutkan. Diberikannya selembar kertas untuk dibaca, isinya surat panggilan dari kantor kejaksaan. Lho … emang ada apa? Jawab Kang Wira heran. Proyek sukses kan? Kata Kang Wira lagi. Ya, proyek sukses tapi saya tak sukses, katanya lirih. Maksudnya? Saya menjabat sebagai bendahara cuman diatas kertas saja, sebenarnya saya hanya disuruh untuk menandatangani semua transaksi yang saya tak mengerti dan hasilnya surat panggilan itu. Bleg!!! Kang Wira pingsan.

Senin, 21 Juni 2010

RISKED SPUR MOMENT OF BILINGUAL INSTITUTION

PART I: More Pay for Nothing

Kang Wira nyuruput kopi yang didepannya, hangatnya kopi dan sejuknya udara AC adalah kelengkapan hidup yang tiada tara bagi Kang Wira. Jari jemarinya sesekali memencet tut yang didepan tangannya, sementara monitor computer menampilkan wajah wajah siswanya bergantian, kadang close up juga zoom tergantung Kang Wira mengaturnya. Mereka asyik dengan komputernya masing masing dengan aktifitas yang telah dipersiapkan sebelumnya. Ruang kelas yang Kang Wira tempati sangat high tech oriented semuanya tinggal press and see. Sekolah tempat Kang Wira mengajar, siswanya tak perlu membawa buku atau alat tulis konvensional, semua fasilitas dan informasi telah tersedia, kalaupun ingin mencatat atau membawa informasi penting tinggal simpan pada laptop yang mereka bawa. Sebuah kemudahan yang pantas mereka dapatkan sesuai dengan uang yang telah mereka berikan.

Hari itu, Kang Wira mengajar siswanya dengan berlatih percakapan. Mereka berlatih percakapan yang lawan bicaranya adalah computer, dengan headset dikepala memungkinkan mereka tak menggangu teman yang lain. Kang Wira telah menyiapkan program animasi interaktif 3D sehingga dia hanya memperhatikan ucapan atau ungkapan yang diutarakan siswanya. Monitor didepanya telah merekam semua aktifitas termasuk track record kesalahan yang dibuat siswa dan hasil perbaikannnya. Kang Wira tak perlu memotong aktifitas mereka bila terjadi kesalahan atau kekurangan dalam percakapan, semuanya telah dilakukan oleh computer. “Ok, students you’ve practiced the conversation and now put your headset off” Kang Wira memberi perintah. You’ve got to make a brief conversation in front of the class for tomorrow. Kang Wira mengakhiri kelasnya dengan wejangan ringan dan tugas yang harus diselesaikan oleh siswanya untuk pertemuan yang akan datang.

Di kelas sebelahnya, Kang Wira masih mendengar rekan sejawatnya cas cis cus nyrucus mengajarkan sejarah runtuhnya Kerajaan Singosari dengan Bahasa Inggris yang fasih. Di sekolah ini, setiap guru wajib menyampaikan pelajarannya dengan Bahasa Inggris. Bagi rekan sejawat Kang Wira, menyampaikan materinya dengan memakai Bahasa Inggris bukanlah persoalan karena mereka telah mendapatkannya sejak kuliah katanya bahkan dosen mereka pun menyampaikan materinya dengan memakai Bahasa Inggris. Di lapangan guru olah raga memberi perintah dalam Bahasa Inggris, bahkan anak anak pun bersenda gurau dengan Bahasa Inggris.

“Eeh …. Kang Wira, koq jalannya sambil melamun”, Kata Pak Oemar guru Bahasa Indonesia sudah di depan mengagetkan dan tertabrak Kang Wira. Oh, sorry Mr. Oemar I haven’t seen you, forgive me, Kang Wira meminta maaf. Mata Kang Wira memang tidak lagi kedepan tapi melihat anak anak yang lagi olah raga sehingga tidak tahu ada dia. Oh, I have just seen the student’s, they are good looking. Tanpa sadar Kang Wira menjawab dalam Bahasa Inggris, “Kang …. Kita ini bukan di negeri Inggris, kita ada di Indonesia jadi berbicaralah dengan memakai Bahasa Indonesia yang baik dan benar” Kata Pak Oemar dengan cemberut.

Tiba tiba perut Kang Wira mual mau muntah, mata berkunang kunang, kopi yang tadi di minum memang nikmat ketika udara sejuk tapi tidak nikmat bagi perut Kang Wira yang keroncongan tak sempat sarapan pagi. Akang Wira jatuh pingsan. “Pak ….. pak…..bangun. sekarang pelajaran sejarah pak”. Suara anak membangunkan Kang Wira, “Tadi bapak tidur nyenyak banget mimpi jorok ya pak?” kata anak anak sambil tertawa. Kang Wira berdiri gontai langsung ngomong, “kumpulkan pekerjaan kalian dan kirim melalui email bapak” anak anak tambah riuh. E….. mail mah adanya di Ipin Upin pak, kata anak anak terpingkal pingkal. Kang Wira bengong.

Selasa, 15 Juni 2010

PUT IT A WHOLE OR NEVER

Kang Wira Tersenyum manalaka teringat kata kata anaknya waktu masih umur 7 tahun. Anak perempuan Kang Wira itu lucu, menggemaskan dan tukang ngomong, bahkan tetangga Kang Wira pernah berkata bahwa anak itu ngomongnya melebihi umurnya. "Nok, kamu kelas berapa?" sering orang bertanya bila ketemu anak Kang Wira. "Kelas satu setengah", jawabnya. "Loh?" emang ada kelas satu setengah di SD? tanya teman Kang Wira sambil tertawa.Ada.. Enggak tahu ya", jawab anakku. Kang Wira Juga bangga dengan anaknya, jiwa sosialnya tinggi. Walau hanya punya makanan ditangan dia bagi setengahan dengan temannya.

Ngomong ngomong tentang setengah, kang Wira sering bingung ada sebagian orang mengatakan makan itu jangan langsung semuanya, nggak nikmat, sedikit sedikit, setengah setengah itu lebih nikmat. Tapi adalagi yang mengatakan, kalau bertindak jangan setengah setengah, kerjakan segala sesuatu sampai tuntas selagi masih semangat, "Do while iron is hot". Dan, almarhum Mama Laurent pun bilang kalau setengah setengah itu tandanya orang peragu, kelak disuatu masa dia akan merugi, susah hidupnya. Peragu adalah pecundang.

Bertindak setengeh setengah juga ada nikmatnya seperti makanan. Ketika ada duri atau makanan yang tidak disukai ya jangan dimakan. Dan itulah yang sering kita lakukan ketika suatu aturan menguntungkan kita, pasti diikuti semua, misalnya kalau diberi kebebasan untuk memungut biaya dari bawahan atau masyarakat tanpa dilihat lagi langsung diikuti bahkan diagungkan aturan itu,tapi bila ada syarat yang mengikat yang harus dilakukan maka dicari celah untuk menghindar, dan dicari pembenaran atas suatu tindakan yang diluar ketentuan. "Proyek kita ini adalah semi, jadi kita belum semua aturan kita jalankan" kata atasan kang Wira.

Ayah .... Bangun! makan koq sambil tidur? kata anakku mengagetkan. Enggak .... ayah cuma ngantuk, setengah tidur, jawabku beralasan. Kalau tidur ... ya tidur, kalau makan ... ya makan, jangan nidurin makanan, kata anakku lagi. Kang wira hanya tersenyum sambil ngloyor meninggalkan makanan dimeja dan tidur dengan sukses

Rabu, 14 April 2010

DON’T SEE A BOOK BY ITS COVER

“Yah, jangan lupa beliin coklat. Itulah yang sering Kang Wira dengar setiap pagi ketika nganterin anak ke sekolah. Dan memang Kang Wira seperti biasa, siangnya lupa membelikannya. Hasilnya, anaknya sewot, “Ayah nih kenapa sih lupa terus, aku kan pengen coklat. “Ya udah nanti ayah beliin”, Kang Wira membujuk anaknya. Untuk menebus rasa bersalahnya Kang Wira langsung pergi membeli coklat pesenan anaknya. Dibelinya sekaleng coklat, dipilihnya kaleng yang masih bangus dengan tanggal kadaluarsa yang masih jauh.

“Makasih, Yah”. Anakku menerima coklat itu dengan senangnya. Dia langsung buka kalengnya dan ambil sebungkus yang bungkusannya juga masih bagus. Langsung dimakannya coklat itu. “Hueek …tiba tiba anak Kang Wira muntah. “Kenapa Nok”, Kang Wira menanyakan. “Yah kok coklatnya enggak enak. Kang Wira langsung mengambil coklat yang digenggaman anaknya, dia juga mengambil sebungkus coklat dari kaleng. Ketika diraba coklat yang masih dibungkus terasa lembek tidak seperti coklat biasanya yang keras. Ketika ia coba jilat coklat yang sudah terbuka memang terasa agak enggak enak. Kang Wira cepat ambil dan masukan ke dalam kaleng coklat yang tersisa dan beberapa bungkus coklat yang lain. “Dah jangan dimakan nanti ayah belikan lagi coklat yang enak, menghibur anaknya yang kecewa.

Di supermarket Kang Wira langsung menuju customer’s service, “mBak kalau jualan tolong barangnya di periksa dulu, masa menjual barang yang jelek dan sudah rusak”, kata Kang Wira dengan kekesalan yang ditahan. Kang Wira menyerahkan coklat yang terasa agak enggak enak itu. “Mas, semua barang yang kami tawarkan sudah melalui pemeriksaan, baik kemasan maupun produk, tapi produk ini memang rasanya demikian”, kata penjaga itu dengan ramah. Lah, inilah resiko mencoba produk baru, tidak tahu barang langsung dibeli saja, pikir Kang Wira. Akhirnya dia terpaksa membeli coklat merek lain yang dia tahu anaknya suka.

Sampai di rumah, Kang Wira kedatangan tamu. Teman ketika di Sekolah Dasar meminta bantuan agar anaknya bisa masuk ke sekolah dimana Kang Wira bekerja. Kenapa ingin masuk kesekolah kami ? Kang Wira mencoba basa basi. Sekolahnya sampean kan termasuk sekolah favorit, Kang. Gedungnya bagus, fasilitasnya lengkap, terus anak anak nya pinter pinter, satu lagi Kang. Sekolahan Akang kan termasuk RSBI makanya anak saya ingin belajar disekolah sampean (anda), teman Kang Wira mencoba memberi alasan dengan memuji sekolahnya. Tapi kan bulanan nya (uang sekolah) mahal, kata Kang Wira memberi pendapat. Apalah artinya duit kalau untuk pendidikan anak, katanya seperti pejabat berpendapat. Ya sudah nanti saya bantu mendaftarkannya, tapi tidak menjamin anak sapean bisa masuk kecuali lulus test seleksi, Kang Wira mencoba berdiplomasi. Ayolah Kang, sampeankan orang dalam, pasti ada jatah untuk memastikan anak saya bisa lulus seleksi, kata teman Kang Wira merajuk. Kira kira berapa Kang ongkosnya? Tanyanya. Maksudnya? Kang Wira balik bertanya. Ya untuk memastikan anak saya bisa masuk itu. Wah saya kurang paham itu, jawab Kang Wira . Ya udah nanti saya akan ngomong langsung ke kepala sekolah sampean apa yang dibutuhkan sekolah katanya dengan sedikit kesal karena Kang Wira tak bisa membantunya.

Hari ini ada briefing dari Bapak Kepala Sekolah. Briefing adalah menu mingguan setelah upacara bendera tiap hari senin. Ada rasa kebanggaan di wajah beliau, “Sekolah kita sekarang telah meningkat mutunya dari sekolah regular menjadi Rintisan Sekolah Berstandar Internasional. Salah satu sarat untuk menjadi RSBI adalah tersedianya sarana gedung yang memadai untuk sekolah berstatus SBI, kita telah diberi dana oleh pemerintah untuk membangun gedung yang nantinya akan kita lengkapi dengan sarana multi media. Dengan demikian ujar beliau mutu siswa akan meningkat pula. Kejenuhan dan kelelahan sehabis upacara membuat peserta briefing kurang konsentrasi pada isi briefing, termasuk Kang Wira. Koran yang di tangan hanyalah alat untu menutupi matanya yang terpejam. Berita yang didepannya yang menyatakan bahwa indek keterpercayaan Perguruan Tinggi Negeri terhadap mutu lulusan SLTA baik SMA maupun SMK di Jawa Barat hanya 10% lamat lamat hilang dari pandangannya. Suara kebanggaan itupun sudah lama tak terdengar. “Ru … ru ngajar ru” terdengar suara temen Kang Wira menyadarkan dari tidurnya. Bergegas Kang Wira menuju kelas.

Kang Wira sedang mengawas ujian sekolah. Ada beberapa kesalahan soal yang harus diralat membuat Kang Wira harus menulis di papan tulis. Tiba tiba spidol yang ia gunakan tintanya habis. Kang Wira mencari spidol yang masih bisa digunakan, dua yang lain sudah tidak bisa lagi digunakan karena sudah kering. “Coba kamu ke ruang tata usaha minta spidol baru atau tintanya saja”, Kang Wira menyuruh salah seorang siswa. “Pak pintunya dibuka saja pak, gerah, Kata anak yang dibelakang, “AC nya mati”, yang lain berteriak. Pak spidol dan tintanya habis pak kata staf TUnya, anak yang disuruh mengambil spidol di TU itu telah kembali. Ya …. Sudah kerjakan kembali pekerjaanmu kata Kang Wira. Dia ingat ada spidol dalam tasnya. Ketika meraba isi tasnya didapat coklat yang dia beli kemarin, lupa ngasihkan ke anaknya yang meminta. Dipandangi coklat itu bungkus dan kertasnya kurang menarik. Di buka bungkusnya dan di coba coklat itu ternyata enak. Kang Wira lupa bahwa dia harus menulis ralat soal yang salah tulis di papan tulis. Jangan melihat coklat dari bungkusnya!

Kamis, 01 April 2010

Monkey and The broken Mirror

Hari ini Kang Wira Kesel sudah hampir dua jam nungguin istrinya yang lagi dandan mau pergi kondangan. 'Bu, cepetan sih, Bu. Sudah hampir jam sembilan nih, khan enggak enak kalau terlambat datangnya. Sedang apa sih, dandannya koq lama banget?. "Sabar sih yah, ini juga hampir selesai. Sudah sebatang rokok dihabiskan namun istrinya belum juga keluar dari kamar, Kang Wira masuk melihat istrinya sedang magut magut diri di depan cermin sambil cemberut. Dia lihat istrinya berkali kali memoles wajahnya dan menghapus kembali bedak yang dipolesnya. Dia tidak puas atas hasil yang didapat masih banyak clemang clemong disana sini. Akhirnya, bedak bertaburan di cermin hasil lemparan istri, untung tidak pecah.

Koran hari ini memberitakan hal yang Kang Wira baca, tak mampu menghapus suara kekesalan istri atas kegagalan usahanya menghias wajah, belum lagi kekesalannya menunggu lama. Berita hari ini yang mengabarkan tentang pro dan kontra pelaksanaan Ujian Nasional, sepertinya hal yang rutin tiap akan pelaksanaan UN, ini pun tak mampu menepis kekesalan kang Wira. Kalau pelaksanaan UN yang amburadul jangan UN nya yang di hapus kata Kang Wira dalam hati menumpahkan kekesalannya. Ujian Nasionalkan adalah cermin prestasi siswa dalam belajar, Kang Wira berpendapat. Masa, pelaksanaan yang amburadul dan hasil UN kurang memuaskan mesti menghapus UN, Kang Wira meneruskan komentarnya. “Sudah, Yah, yuk kita berangkat”, kata istri mengagetkan Kang Wira.

Dirumah yang hajat Kang Wira ketemu teman temannya dan ngobrol ngalor ngidul. “Coba bayangkan kita disuruh bayar pajak, iklan menyarankan kita menjadi wajib pajak yang baik, dari pak presiden sampai pak RT ngejar ngejar orang supaya bayar pajak, udah bayar duitnya ditilep oleh orang pajaknya sendiri, kata teman sebelah Kang Wira kesal. Yang lainnya malah menyarankan kalau begini mendingan jangan bayar pajak lagi, percuma katanya. Kang Wira menyeringai sambil berkata jangan karena oknum yang jahat maka aturan yang diganti. Seberapapun banyak aturan yang diganti kalau pelaksananya kayak Gayus semua ya tetep aja.

Dekat dengan rumah yang punya hajat banyak orang yang berkumpul, anak anak bersorak kegirangan, suara gending dan gendang bersautan. Kang Wira melongok ada apa gerangan, di tengah kerumunan seekor monyet sedang naik mobil main. Penonton tertawa senang, anak anak kegirangan. Sang Pawang memegang ujung rantai yang mengikat pinggang sang monyet, member perintah melalui hentakan. “Sekarang Sarinten mau kepasar, biar cantik kita dandan dulu. Sang pawang memberikan kotak dan cermin, dan monyet itu membuka kotak dan bertingkah seperti sedang bedakan. “Coba udah cantik belum?” Kata pawang. Dia mengambil cermin dan berkaca, tiba tiba monyet itu membanting kaca dan berubah galak dan menyeringai memperlihatkan gigi giginya. Monyet itu lari mengejar anak kesana kemari karena tertahan rantai. Tiba tiba rantainya putus, monyet itu lari mengejar Kang Wira. Dia lari ketakutan untung bisa ditangkap lagi sama pawangnya. Istrinya tertawa terpingkal entah mentertawakan diri sendiri atau melihat suaminya lari tunggang langgang.

Kamis, 18 Maret 2010

V.I.P AND ECONOMIC SCHOOL

Kang Wira sekolah lagi!Inilah kenapa Kang Wira dah lama nggak ngeblog, baru sekarang updatenya. Kang Wira mendaftar di sekolah tertentu di Jakarta. Kang wira bingung memilih ketika ditanya, "mau masuk kelas yang mana pak?" ada reguler dan non reguler. "Bedanya apa?" ketika Kang Wira iseng nanya. "Pelayanannya dong, pak." kata petugas sambil tersenyum. "Kalau dosen dan mata pelajarannya, sama enggak?" tanya Kang Wira lagi. "Pasti sama pak, nggak dibedakan dengan reguler" kata petugas itu lagi dengan senyum yang hilang. "Kalau harganya?" Kang Wira nanya pura pura bego atau emang bego. "sesuai dengan pelayanannya pak. Kalau reguler sekian kalau non reguler sekian tambah sekian." kata petugas itu dengan cemberut.

Sekarang Kang Wira harus bolak balik Jakarta Indramayu. Mengejar waktu setiap hari Jum'at dan Sabtu. Kalau lagi buru buru, kereta api Cirex yang dipilih kelas bisnis bukan eksekutif. Kang Wira sering jalan jalan dalam kereta menghilangkan kejenuhan. Ngobrol di restorasi dengan para eksekutif maksudnya yang duduk di kelas eksekutif, bahkan sering ikut duduk digerbong eksekutif manakala ada kursi yang kosong. Rasanya? sama saja dengan gerbong kelas bisnis, bedanya kursi dilapisi kain putih nambah bagus tampilannya. Kalau kereta kelas ekonomi rasanya gimana ya? "nggak nyaman mas'. Kata teman ngobrol saya. "Banyak penumpang dan pedagang berseliweran". Namanya juga kelas ekonomi sesuai dengan pelayanannya.

Kang Wira sekarang duduk di bis non ac alias ekonomi dengan penumpang yang berjubel dan pedagang berseliweran. Belum lagi artis jalanan dan pengemis membuat keringat bleberan, nambah kepanasan. Dibelakang jok Kang Wira, ibu ibu ngobrol dengan kencangnya menimpali suara mesin mobil yang menjerit. "anakke kita mah angel, susah diajak ngomomg, soke aja sekolah maning tetep bae pengen sekolah kanggo mangan bae susah apamaning jaluke ning SMA*** edit) kaya wong sugih bae. Kalau diterjemahkan seperti ini, Anakku itu susah di ajak ngomong, disuruh jangan sekolah lagi tetap saja ingin melanjutkan sekolah, untuk makan saja susah, apalagi mintanya ke SMA*** (menyebutkan sebuah sekolah yang biayanya besar) kaya orang kaya aja.

Hari ini Kang Wira kembali pada rutinitas mengajar di kelas. Dia duduk termenung di depan anak anak mengerjakan tugas yang diberikan barusan, sementara terdengar suara lantang rekan Kang Wira menerangkan dari ruang sebelah. "Pendidikan dan pengajaran itu adalah hak setiap warga negara".Kang Wira tercenung memikirkan pembicaraan tadi malam. Tetangganya mengadu bahwa anaknya masuk ke sekolah tempat Kang Wira ngajar. Dia bingung sebab biaya sekolah yang harus ditanggung, tidak sesuai dengan penghasilan dari narik taxinya. Kang Wira tercenung sebab sejak status sekolah Kang Wira berganti menjadi RSBI, banyak tetangga Kang Wira yang ingin menyekolahkan anaknya urungkan niat. Ini bukan kelas kami katanya. "Kang ada enggak sih sekolah yang sesuai dengan kantong kami?". Kang Wira hanya tersenyum sambil berucap "ntar nanti saya buat RSBI Rintisan Sekolah Bebas Iuran bukan bertarif Internasional. Sayup sayup terdengar dari ruang sebelah "Fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh negara. Terdengar dengkur Kang Wira di sela riuh anak anak didiknya.

Kamis, 25 Februari 2010

POST POWER SYNDROME

Bulan Februari ini Kang Wira Ikut sibuk mempersiapkan pesta Ultah putrinya, meskipun hati Kang Wira nggak setuju pesta pestaan, ngabisin duit katanya. Gelak tawa dan canda mengiringi pesta, ada kesenangan pada wajah bocah,teman teman anak Kang Wira. Semua pajengan (panitia pelaksana) melayani kebutuhan pesta dan yang dipestakan / yang ulang tahun.

Kang Wira sibuk melayani tuan tuan kecil. Makanan, kueh dan minuman siap diantar kepada tamu undangan dan majikan (anak kang Wira). "Yah ambilin minum dong". "Yah, temen aku minta kue". Tanpa protes kang wira memenuhi semua kemauan anak semata wayangnya yang lagi jadi pusat perhatian. Demi anak tercinta kang Wira juga memberi sambutan dan doa dia awal acara.

Legalah hati Kang Wira setelah semuanya bubar. Pesta telah usai. Doa telah dipanjatkan, makan makan telah dilaksanakan. Tinggal, piring dan gelas kotor berserakan. Istri sibuk membenahi dan kang Wira sibuk menata kembali meja kursi yang tak beraturan. "Yah copotin baju aku dong" tiba tiba anak kang wira minta tolong. "Sayang, kamu sendirikan bisa melepas baju sendiri" sahut Kang Wira memberi penjelasan dengan kekesalan yang disembunyikan. "Lah tadi ayah begitu nurut kala aku minta sesuatu" Kata putri kang wira. "lain sayang, kalau tadi kan banyak tamu, lagian kamu sedang ulang tahun jadi ayah harus melayani semuanya, ya kamu juga teman teman kamu. "Kalau begitu, besok ulang tahun lagi saja, yah" katanya. Abis, kalau aku minta sesuatu nggak ada yang melayani" Katanya kesal.

Kang Wira tersentak, inilah kenapa ayah kang wira kelihatan bingung ketika memasuki masa pensiun. Dia banyak murung setelah menjalani pesiun pada tahun tahun awal. Pesta telah usai bagi seorang pensiunan. Tak bisa lagi meminta atau memerintah bawahannya. Meski ada pesta untuk anaku tahun depan, apakah ada pesta lanjutan untuk para pensiunan untuk bapakku? jawabnya angin telah berlalu dan layar telah berganti.

Rabu, 10 Februari 2010

LOYALITY

Kang Wira kesel anaknya nangis nggak mau berhenti. Dia terus minta diantar ke kota katanya disana ada arak arakan atau pawai. Sementara, pekerjaan kang wira menumpuk. Kang Wira bingung teringat atasan kang wira pernah ngomong "Kita harus loyal kepada atasan, pemerintah dan negara diatas kepentingan pribadi keluarga dan golongan. "Kang, akang loyal kan kepada saya?" tembak Bapak atasan kang Wira dengan tiba tiba. Kontan Kang Wira gelagapan dan menjawab sekenanya, "Amin!".

"Tuh kan, Yah. Rame" kata Putri Kang Wira ketika sampai di kota. Ya, memang di jalan jalan banyak orang berbaris tak beraturan dan saling berteriak teriak, "Bebaskan atasan kami!". Dia tidak bersalah!". Kang Wira melongo, ini mah bukan pawai tapi demo!". Orang berkerumun di kantor kejaksaan ada yang berteriak teriak, ada yang membawa poster dan ada yang berteriak sambil bawa poster.

Kang Wira terpesona nonton orang demo, penonton demo plus pedagang yang berkumpul. "Lumayan Kang, Kapan lagi ada keramaian seperti ini, ini rejeki yang tak terduga", kata pedagang ketika kang wira menghampiri pedagang yang terdekat karena anaknya minta jajan. Iya, dimana pun ada keramaian pasti ada simbiosis mutualisma. Kata Kang Wira dalam hati.

Tiba tiba ada seorang demonstran ngambil sebotol minuman langsung tenggak habis. "Mas demo apa ini?" tanya kang Wira. "Membela pemimpin kami yang tak bersalah" Katanya. "Apa sih kasusnya? tanya kang wira. "Nggak tahu" jawabnya enteng. "Loh nggak tahu? Emang siapa sih yang kena kasus?" tanya kang wira sekali lagi. Nggak tau juga mas," katanya sambil ngloyor pergi, sebentar kemudian balik lagi sambil berbisik, "saya hanya disuruh teriak teriak. Lumayan, mas, cukup untuk ongkos pulang". Kang Wira cuman bengong. "Ngapain nanya nanya kaya gitu, kang, kaya nggak tau aja" kata pedagang itu. Akang kan tau, Si itu kan sudah terkenal bermasalah, jadi ngapaian ditanyakan.

Kang wira bingung bin pusing, jadi kemanakah loyalitas diserahkan. Keluarga? perlu, negara? 'right or wrong is my country' lah. Gimana pimpinan? ente mau coba? tak pecatlah kau. Kang Wira pulang dengan wajah pucat, anaknya loncat loncat dan teriak menirukan tingkah demonstran. Kang Wira tambah pucat hatinya.

Sabtu, 23 Januari 2010

BIJAKSANA ATAU BIJAKSINI

Kang Wira duduk dihadapan kopi, asapnya meninggi mencari lubang hidung. Koran yang dipegang melambai tak mampu menangkap pikiran kang wira yang membumbung bersama asap kopi yang terhidang. Ada sebuah berita yang sempat terbaca sebelum seseruput kopi tumpah kebajunya.

Seorang maling semangka diganjar 10 bulan penjara. Prita sempat merasakan dinginnya sel hanya karena nulis unek uneknya pada teman di dunia maya. "Karena hukum memamg itu aturannya" kata hakim.Hukum dan aturankan buatan manusia bisa saja salah ketik Kata tumenggung sebuah negri menanggapi surat edaran dari rajanya. Wijaya bersodara nyeletuk "hukum, hakim dan konconya ada di tangan saya" katanya. Gitu aja repot kata Guru Bangsa almarhum pernah mengatakan.

Kang Wira pusing, asap kopi tak mampu menyadarkannya. Pikiran kang wira melayang mentok pada mizan yang miring. Timbangan bergoyang menghantam dahinya. Kang Wira tersadar. Dahinya benjol. Istrinya tolak pinggang dengan cangkir ditangan "Pagi pagi udah ngantuk lagi, pergi kerja sana !