Kamis, 18 Maret 2010

V.I.P AND ECONOMIC SCHOOL

Kang Wira sekolah lagi!Inilah kenapa Kang Wira dah lama nggak ngeblog, baru sekarang updatenya. Kang Wira mendaftar di sekolah tertentu di Jakarta. Kang wira bingung memilih ketika ditanya, "mau masuk kelas yang mana pak?" ada reguler dan non reguler. "Bedanya apa?" ketika Kang Wira iseng nanya. "Pelayanannya dong, pak." kata petugas sambil tersenyum. "Kalau dosen dan mata pelajarannya, sama enggak?" tanya Kang Wira lagi. "Pasti sama pak, nggak dibedakan dengan reguler" kata petugas itu lagi dengan senyum yang hilang. "Kalau harganya?" Kang Wira nanya pura pura bego atau emang bego. "sesuai dengan pelayanannya pak. Kalau reguler sekian kalau non reguler sekian tambah sekian." kata petugas itu dengan cemberut.

Sekarang Kang Wira harus bolak balik Jakarta Indramayu. Mengejar waktu setiap hari Jum'at dan Sabtu. Kalau lagi buru buru, kereta api Cirex yang dipilih kelas bisnis bukan eksekutif. Kang Wira sering jalan jalan dalam kereta menghilangkan kejenuhan. Ngobrol di restorasi dengan para eksekutif maksudnya yang duduk di kelas eksekutif, bahkan sering ikut duduk digerbong eksekutif manakala ada kursi yang kosong. Rasanya? sama saja dengan gerbong kelas bisnis, bedanya kursi dilapisi kain putih nambah bagus tampilannya. Kalau kereta kelas ekonomi rasanya gimana ya? "nggak nyaman mas'. Kata teman ngobrol saya. "Banyak penumpang dan pedagang berseliweran". Namanya juga kelas ekonomi sesuai dengan pelayanannya.

Kang Wira sekarang duduk di bis non ac alias ekonomi dengan penumpang yang berjubel dan pedagang berseliweran. Belum lagi artis jalanan dan pengemis membuat keringat bleberan, nambah kepanasan. Dibelakang jok Kang Wira, ibu ibu ngobrol dengan kencangnya menimpali suara mesin mobil yang menjerit. "anakke kita mah angel, susah diajak ngomomg, soke aja sekolah maning tetep bae pengen sekolah kanggo mangan bae susah apamaning jaluke ning SMA*** edit) kaya wong sugih bae. Kalau diterjemahkan seperti ini, Anakku itu susah di ajak ngomong, disuruh jangan sekolah lagi tetap saja ingin melanjutkan sekolah, untuk makan saja susah, apalagi mintanya ke SMA*** (menyebutkan sebuah sekolah yang biayanya besar) kaya orang kaya aja.

Hari ini Kang Wira kembali pada rutinitas mengajar di kelas. Dia duduk termenung di depan anak anak mengerjakan tugas yang diberikan barusan, sementara terdengar suara lantang rekan Kang Wira menerangkan dari ruang sebelah. "Pendidikan dan pengajaran itu adalah hak setiap warga negara".Kang Wira tercenung memikirkan pembicaraan tadi malam. Tetangganya mengadu bahwa anaknya masuk ke sekolah tempat Kang Wira ngajar. Dia bingung sebab biaya sekolah yang harus ditanggung, tidak sesuai dengan penghasilan dari narik taxinya. Kang Wira tercenung sebab sejak status sekolah Kang Wira berganti menjadi RSBI, banyak tetangga Kang Wira yang ingin menyekolahkan anaknya urungkan niat. Ini bukan kelas kami katanya. "Kang ada enggak sih sekolah yang sesuai dengan kantong kami?". Kang Wira hanya tersenyum sambil berucap "ntar nanti saya buat RSBI Rintisan Sekolah Bebas Iuran bukan bertarif Internasional. Sayup sayup terdengar dari ruang sebelah "Fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh negara. Terdengar dengkur Kang Wira di sela riuh anak anak didiknya.