Senin, 21 Juni 2010

RISKED SPUR MOMENT OF BILINGUAL INSTITUTION

PART I: More Pay for Nothing

Kang Wira nyuruput kopi yang didepannya, hangatnya kopi dan sejuknya udara AC adalah kelengkapan hidup yang tiada tara bagi Kang Wira. Jari jemarinya sesekali memencet tut yang didepan tangannya, sementara monitor computer menampilkan wajah wajah siswanya bergantian, kadang close up juga zoom tergantung Kang Wira mengaturnya. Mereka asyik dengan komputernya masing masing dengan aktifitas yang telah dipersiapkan sebelumnya. Ruang kelas yang Kang Wira tempati sangat high tech oriented semuanya tinggal press and see. Sekolah tempat Kang Wira mengajar, siswanya tak perlu membawa buku atau alat tulis konvensional, semua fasilitas dan informasi telah tersedia, kalaupun ingin mencatat atau membawa informasi penting tinggal simpan pada laptop yang mereka bawa. Sebuah kemudahan yang pantas mereka dapatkan sesuai dengan uang yang telah mereka berikan.

Hari itu, Kang Wira mengajar siswanya dengan berlatih percakapan. Mereka berlatih percakapan yang lawan bicaranya adalah computer, dengan headset dikepala memungkinkan mereka tak menggangu teman yang lain. Kang Wira telah menyiapkan program animasi interaktif 3D sehingga dia hanya memperhatikan ucapan atau ungkapan yang diutarakan siswanya. Monitor didepanya telah merekam semua aktifitas termasuk track record kesalahan yang dibuat siswa dan hasil perbaikannnya. Kang Wira tak perlu memotong aktifitas mereka bila terjadi kesalahan atau kekurangan dalam percakapan, semuanya telah dilakukan oleh computer. “Ok, students you’ve practiced the conversation and now put your headset off” Kang Wira memberi perintah. You’ve got to make a brief conversation in front of the class for tomorrow. Kang Wira mengakhiri kelasnya dengan wejangan ringan dan tugas yang harus diselesaikan oleh siswanya untuk pertemuan yang akan datang.

Di kelas sebelahnya, Kang Wira masih mendengar rekan sejawatnya cas cis cus nyrucus mengajarkan sejarah runtuhnya Kerajaan Singosari dengan Bahasa Inggris yang fasih. Di sekolah ini, setiap guru wajib menyampaikan pelajarannya dengan Bahasa Inggris. Bagi rekan sejawat Kang Wira, menyampaikan materinya dengan memakai Bahasa Inggris bukanlah persoalan karena mereka telah mendapatkannya sejak kuliah katanya bahkan dosen mereka pun menyampaikan materinya dengan memakai Bahasa Inggris. Di lapangan guru olah raga memberi perintah dalam Bahasa Inggris, bahkan anak anak pun bersenda gurau dengan Bahasa Inggris.

“Eeh …. Kang Wira, koq jalannya sambil melamun”, Kata Pak Oemar guru Bahasa Indonesia sudah di depan mengagetkan dan tertabrak Kang Wira. Oh, sorry Mr. Oemar I haven’t seen you, forgive me, Kang Wira meminta maaf. Mata Kang Wira memang tidak lagi kedepan tapi melihat anak anak yang lagi olah raga sehingga tidak tahu ada dia. Oh, I have just seen the student’s, they are good looking. Tanpa sadar Kang Wira menjawab dalam Bahasa Inggris, “Kang …. Kita ini bukan di negeri Inggris, kita ada di Indonesia jadi berbicaralah dengan memakai Bahasa Indonesia yang baik dan benar” Kata Pak Oemar dengan cemberut.

Tiba tiba perut Kang Wira mual mau muntah, mata berkunang kunang, kopi yang tadi di minum memang nikmat ketika udara sejuk tapi tidak nikmat bagi perut Kang Wira yang keroncongan tak sempat sarapan pagi. Akang Wira jatuh pingsan. “Pak ….. pak…..bangun. sekarang pelajaran sejarah pak”. Suara anak membangunkan Kang Wira, “Tadi bapak tidur nyenyak banget mimpi jorok ya pak?” kata anak anak sambil tertawa. Kang Wira berdiri gontai langsung ngomong, “kumpulkan pekerjaan kalian dan kirim melalui email bapak” anak anak tambah riuh. E….. mail mah adanya di Ipin Upin pak, kata anak anak terpingkal pingkal. Kang Wira bengong.

Selasa, 15 Juni 2010

PUT IT A WHOLE OR NEVER

Kang Wira Tersenyum manalaka teringat kata kata anaknya waktu masih umur 7 tahun. Anak perempuan Kang Wira itu lucu, menggemaskan dan tukang ngomong, bahkan tetangga Kang Wira pernah berkata bahwa anak itu ngomongnya melebihi umurnya. "Nok, kamu kelas berapa?" sering orang bertanya bila ketemu anak Kang Wira. "Kelas satu setengah", jawabnya. "Loh?" emang ada kelas satu setengah di SD? tanya teman Kang Wira sambil tertawa.Ada.. Enggak tahu ya", jawab anakku. Kang Wira Juga bangga dengan anaknya, jiwa sosialnya tinggi. Walau hanya punya makanan ditangan dia bagi setengahan dengan temannya.

Ngomong ngomong tentang setengah, kang Wira sering bingung ada sebagian orang mengatakan makan itu jangan langsung semuanya, nggak nikmat, sedikit sedikit, setengah setengah itu lebih nikmat. Tapi adalagi yang mengatakan, kalau bertindak jangan setengah setengah, kerjakan segala sesuatu sampai tuntas selagi masih semangat, "Do while iron is hot". Dan, almarhum Mama Laurent pun bilang kalau setengah setengah itu tandanya orang peragu, kelak disuatu masa dia akan merugi, susah hidupnya. Peragu adalah pecundang.

Bertindak setengeh setengah juga ada nikmatnya seperti makanan. Ketika ada duri atau makanan yang tidak disukai ya jangan dimakan. Dan itulah yang sering kita lakukan ketika suatu aturan menguntungkan kita, pasti diikuti semua, misalnya kalau diberi kebebasan untuk memungut biaya dari bawahan atau masyarakat tanpa dilihat lagi langsung diikuti bahkan diagungkan aturan itu,tapi bila ada syarat yang mengikat yang harus dilakukan maka dicari celah untuk menghindar, dan dicari pembenaran atas suatu tindakan yang diluar ketentuan. "Proyek kita ini adalah semi, jadi kita belum semua aturan kita jalankan" kata atasan kang Wira.

Ayah .... Bangun! makan koq sambil tidur? kata anakku mengagetkan. Enggak .... ayah cuma ngantuk, setengah tidur, jawabku beralasan. Kalau tidur ... ya tidur, kalau makan ... ya makan, jangan nidurin makanan, kata anakku lagi. Kang wira hanya tersenyum sambil ngloyor meninggalkan makanan dimeja dan tidur dengan sukses